Sumpah Pemuda merupakan salah satu hal utama dalam sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara Indonesia. Keputusan yang ditetapkan pada kongres pemuda kedua yang diselenggarakan di Batavia (Jakarta) menegaskan tentang keinginan akan ada “Tanah Air Indonesia”, “Bangsa Indonesia”, dan “Bahasa Indonesia”.
Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Universitas Tadulako beserta perguruan tinggi se-Sulawesi Tengah beserta 25 ribu Mahasiswa se-Sulawesi Tengah menggelar Kuliah Akbar pada hari Sabtu (28/10) sebagai wujud aksi kebangsaan melawan radikalisme di lapangan Universitas Tadulako. Deklarasi kebangsaan ini juga dilakukan di seluruh wilayah Indonesia sebagai bentuk dukungan terhadap program nasional yang dicanangkan oleh Bapak Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo.
Program nasional ini sebagai wujud ketegasan Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa radikalisme, terorisme hingga faham garis keras merupakan ancaman terbesar bagi pancasila sebagai dasar Negara. Maka dari itu Rektor Universitas Tadulako sangat mendukung program nasional yang telah di gagas oleh Presiden RI demi membangkitkan kembali jiwa sumpah pemuda dalam diri civitas akademika Universitas Tadulako.
Rektor Untad, Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, SE., MS selaku Pembina upacara dalam menyampaikan amanat Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi mengatakan bahwa seharusnya sejarah sumpah pemuda harus terus kita ingat. Pertemuan sumpah pemuda dianggap sebagai pertemuan dalam perbedaan namun tetap bisa menghasilkan sesuatu hal yang “keIndonesiaan”.
“Kongres Pemuda kedua merupakan pertemuan para pemuda dari suku yang berbeda, agama yang berbeda serta bahasa yang berbeda namun tetap saling berdiskusi dan saling bertukar pikiran yang bersifat keIndonesiaan. Jong Soematranen Bond, Jong Celebes, Jong Bataks Bond, Jong Ambon, Kaoem Betawi, Jong Islamieten Bond, Jong Java tetap bisa bergabung untuk bertukar pikiran mengenai persatuan Indonesia walaupun berbeda-beda suku, bahasa, agama dan ras” Ucap, Prof. Basir.
Lebih lanjut Prof. Basir menyatakan bahwa seharusnya kita berterima kasih dan juga meneladani para pemuda sebagai bentuk tanda jasa bagi mereka yang telah mengupayakan persatuan hakiki untuk Indonesia.
“Kita seharusnya meneladani para pemuda di kongres tersebut. Di zaman yang belum didukung oleh teknologi, namun mereka masih bisa berkumpul untuk bertukar pikiran mengenai persatuan Indonesia. Sekarang anehnya dengan komunikasi yang lebih mudah tapi malah lebih sering berselisih paham hingga ujaran menyebar kebencian di sosial media cukup mudah untuk kita temui” tegas Prof. Basir dalam menyampaikan amanat Imam Nahrawi.
Sesuai dengan isi dari teks sumpah pemuda “Satu Bahasa, Satu Bangsa dan Satu Tanah Air”, diharap dapat menjadi sebuah kobaran api dalam diri pemuda-pemudi masa kini untuk membangkitan persatuan dan kesatuan di Indonesia. Menghentikan perdebatan yang memecah persatuan bangsa hingga ujaran-ujaran kebencian karena dalam Bhinekka Tunggal Ika telah di tegaskan bahwa “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Acara kemudian dilanjutkan dengan deklarasi kebangsaan “TOLAK PAHAM RADIKAL, ANTIPANCASILA DAN INTOLERANSI” oleh 25 Ribu Civitas Akademika Se-Sulawesi Tengah.
Editor : Arba Arief